Sunday 19 November 2017

ALLAH & FIRMAN


ALLAH & FIRMAN
Bagaimana bisa Allah yang laisa kamislihi syaiun, tak serupa dengan apa pun, yang tak berada di dalam ruang-waktu, bisa berkata? Jika Allah bisa berkata, maka Ia harus berada di dalam ruang-waktu. Harus ada jarak agar Ia bisa berkata kepada pihak yang diajak berbicara. Jika Allah tidak berada di dalam ruang-waktu, Ia tak akan bisa berkata baik kepada Jibril mahupun Muhammad. Kata-kata selalu terjadi di dalam ruang-waktu yang relatif.
Lalu, siapakah Allah yang berfirman pada Nabi Muhammad sehingga bisa menghasilkan Al-Quran? Islam di kepulauan Jawa menyebutnya sebagai INGSUN, Allah yang memperibadi dalam diri setiap manusia. INGSUN inilah yang disebut RUH oleh orang Arab, ATMAN oleh orang Hindu, dan secara spesifik SANG DEWA RUCI oleh Sunan Kalijaga. Pada tahap ini Zat Allah (Zatullah) sudah memakai beragam sifat Maha, yang disebut Asmaul Husna, termasuk Mutakalliman (Yang Berbicara).
Pada tahap ini, kerana Zatullah sudah memperibadi, sudah memakai sifat/nama, Ia pun kemudian bisa berfirman sesuai dengan bahasa hamba-Nya. Kerana Nabi Muhammad orang Arab, maka firman-Nya pun menggunakan bahasa Arab. Jika Nabi Muhammad orang Jawa dan hanya bisa berbahasa Jawa, bisa dipastikan Al-Quran akan menggunakan bahasa Jawa. Inilah makna ayat yang menyatakan bahawa Tuhan berbicara dengan bahasa umat-Nya.
Dengan demikian, Allah bukan hanya “milik” orang Islam saja. Ia adalah Diri Sejati setiap insan, yang disebut dengan beragam nama di banyak budaya. Sudah saatnya kita tidak menggunakan istilah agama Samawi dan agama Ardli, kerana Allah bisa ditemui di dalam diri kita sendiri. Muhammadkan dirimu agar engkau bisa menangkap firman-Nya!

No comments:

Post a Comment