Friday 24 November 2017

Anda Hanyalah Wujud Bayangan (Mujhir)

Anda Hanyalah Wujud Bayangan (Mujhir)
Percaya atau tidak, memahami atau tidak, ada satu realiti ilmiah:
Anda hidup dan tinggal di dalam imajinasi Anda dan hanya imajinasi Anda!
Gelombang-gelombang elektromagnetik, yang sampai ke otak Anda melalui semua indra Anda, dinilai oleh platform data yang ada dalam otak Anda dan menciptakan dunia holografik multi-dimensi dimana Anda tinggal. Siapapun Anda, Anda tidak hidup atau ada di dunia luar – Anda hidup di dunia imajinasi yang ada dalam pikiran Anda.
Sesuatu hal apapun, yang Anda indera atau nilai, tidak lebih dari sekedar persepsi Anda mengenai hal keberadaannya.
Setiap orang hidup dan akan terus hidup, tanpa batas, di dalam dunia ciptaannya sendiri. Surga dan neraka anda akan ‘nyata’ senyata dunia imajinasi yang Anda lihat sekarang.
Segala sesuatu yang ada di dunia Anda berada di sana berdasarkan nilai-nilai yang dibentuk oleh pangkalan data dari otak anda… Semua, yang membuat Anda gembira dan sedih, adalah berdasarkan nilai-nilai tersebut yang ada dalam pangkalan data pribadi Anda.
Kini saatnya untuk pembaruan!
Inilah waktunya untuk menemukan keberadaan potensial quantum kita; pembangkitan elektromagnetik kosmik kita; keberadaan holografik multi-dimensi yang diciptakan konverter kita, yang biasa disebut sebagai otak!
Mari kita akhiri semua omong kosong mengenai kafe quantum, pengobatan quantum, kue quantum, dan bangunlah menuju realiti!
Namun pertama-tama, mari mengenal hal berikut ini:
Kini saatnya merekonstruksi total pengajaran-pengajaran yang disampaikan kepada kita oleh Rasulullah Muhammad SAW, Al-Qur’an, para wali dan mereka yang tercerahkan, yang mengkomunikasikan pesan mereka melalui isyarat-isyarat, perumpamaan dan metafora. Kini waktunya untuk memandang pengajaran-pengajaran mereka dengan mengingat semua fakta ilmiah dan sumber daya yang tersedia dewasa ini.
Otak paling agung yang pernah terwujud di bumi adalah otaknya Rasulullah Muhammad SAW. Dia menyingkapkan kepada manusia realiti absolut. Mereka yang dapat memahami kebenaran ini, yang telah memiliki kemampuan untuk ‘MEMBACA’, akan mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah suara dari Yang Absolut.
Saidina Ali, mereka yang akhir-akhir ini tercerahkan, dan semua ahli kebatinan telah mencapai ‘realiti’ dengan ‘MEMBACA’ sistem ini juga telah menjelaskan kebenaran universal yang sama, namun melalui beragam simbol dan contoh yang tersedia bagi mereka pada jamannya.
Dengan fakta bahwa kebenaran universal telah disampaikan kepada kita, secara berulang-ulang, melalui penggunaan simbol dan metafora, kita pun dapat menganalisa topik tersebut lebih jauh dengan melalui analogi:
Mari kita anggap bahwa seorang manusia moderen di jaman sekarang, yang menggunakan hari-harinya berselancar di internet, berkomunikasi secara global menggunakan telepon internet, mengetahui semua yang terjadi di penjuru dunia dalam hitungan menit melalui aliran berita real-time, dikirim mundur 1000 tahun ke peradaban lampau yang tidak pernah menggunakan atau mengetahui tentang kelistrikan. Bagaimana orang seperti itu harus menjelaskan peralatan yang dipakai di jaman sekarang ke pada orang-orang di sekitarnya? Sedekat apa persepsi mereka terhadap kebenaran? Bahkan bagaimana mereka dapat mulai mengerti realiti sebenarnya dari apa yang dijelaskan kepada mereka?
Seperti itulah, banyak individu yang tercerahkan di masa lampau telah mencoba mengkomunikasikan kebenaran universal kepada kita melalui penggunaan simbol-simbol, metafora dan pemisalan di jamannya, untuk membangunkan kita kepada realiti yang bahkan hingga kini belum benar-benar terkuak!
Beberapa orang mampu menafsirkan dan memahami arti dan esensi sebenarnya dari pesan-pesan ini, dan beberapa yang lain tanpa memiliki kapasitas untuk memahami pengetahuan demikian, mengambil permisalan ini secara harfiah dan gagal untuk memahaminya.
Untuk itu, hal pertama yang harus kita lakukan adalah meninggalkan omong kosong bahwa agama dan sains merupakan dua hal yang terpisah dan menegakkan kembali kebenaran-kebenaran agama dengan menggunakan bahasa sains!
Sistem yang sekarang diupayakan sains untuk mengungkapkanya tidak lain dari sistem yang ‘DIBACA’ individu agamis di masa lampau, dan disampaikan melalui beragam metafora dan analogi. Realiti, seperti yang dijelaskan Rasulullah Muhammad SAW, Al-Qur’an, dan semua jiwa yang tercerahkan, sebenarnya adalah medan ilmu yang ingin dicapai sains dewasa ini. Untuk alasan inilah tepatnya, metafora agama harus digunakan sebagai katalis dalam penyelidikan ilmiah, bukannya menjadi kisah-kisah mitologis bagi pikiran!
Sebaliknya, jika kita merendahkan kebenaran absolut dan universal yang ditawarkan agama dengan postulat-postulat bahwa perkembangan ilmiah tak ada hubungan sama sekali dengan esensi pengajaran agama, maka selamanya kita akan menderita karenanya.
Selama kita gagal untuk merubah pemahaman agama, dari pandangan bahwa Tuhan ‘ada di atas sana’ menjadi ‘kebenaran universal dan absolut tak hingga dari Allah’, pasti kita akan hidup dengan kekecewaan yang tragis karena menyadari bahwa realiti yang kita yakini hanya ilusi, yang akan langsung hancur di hadapan kita!
Satu-satunya jalan menuju kebenaran absolut adalah dengan memahami realiti ‘Allah’ seperti yang dijelaskan Rasulullah Muhammad SAW, karena beliau tak pernah mengatakan Tuhan ‘di atas sana’ dan tak pernah menganjurkan untuk ‘mencariNya dimanapun di luar diri kita! Muhammad SAW bukanlah kurir atau utusan Tuhan di luar sana! Ini hanya pikiran yang ketinggalan jaman dan primitif!
Dia adalah Rasulullah; ceruknya ilmu Allah!
Jika Anda ingin menyelidiki ajaran AGAMA, Anda harus melakukannya dengan melihat ke dalam ‘diri’ Anda sendiri, otak Anda, hakikat keberadaan anda, bukannya memandang ke ruang angkasa atau mengamati langit.
Potensial Quantum … yang dalam Sufisme disebut sebagai ‘Dimensi Nama-nama’, adalah potensial tak-hingga, asalnya perwujudan tak-hingga dilahirkan. Berbeda jauh dengan dunia ‘konseptual’, ini merupakan keadaan dimana semua konsep seperti waktu, ruang, bentuk, dan setiap batasan sama sekali tak terpakai!
Sifat-sifat dan kualitas komposisional yang tak terhitung ini, dalam potensial tak hingga, menunjuk kepada beragam Nama-nama Allah. Tidak ada pewujudan lokal dari Nama Allah di sini, hanya potensialnya saja! Dalam Sufisme, keadaan ini disebut sebagai ‘Pengamat yang melihat ilmuNya dengan ilmuNya dalam ilmuNya’ karena Allah bersifat ‘Alim (yang Satu yang, dengan kualitas ilmuNya, mengetahui segala sesuatu tanpa batas dalam setiap dimensi dengan seluruh aspeknya) dan ini merupakan dimensi dari Ilmu Tanpa BatasNya! Salah satu makna dari ayat “Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin, ar-Rahman, ar-Rahim” yakni “Hamd(Melihat dan menilai kesempurnaan universalNya) milik Rabb-nya seluruh alam (sumber arti tak hingga dari Nama-nama) yang Rahman dan Rahin” dalam surat pembuka Al-Qur’an yakni ‘Al-Fatihah’ merupakan realiti. Apa yang disebut oleh para ahli Sufi sebagai Kesatuan Kesaksian (Wahdat al-Syuhud) juga merujuk kepada dimensi ini.
Seseorang tak dapat berbicara mengenai ekspresi, manifestasi, ataupun materialisasi dari dimensi ini!
Dimensi dari ekspresi Elektromagnetik Kosmik diciptakan dalam, dan oleh pengetahuan potensial quantum… Ini adalah dunia imajiner ke dua, dan turunan dari semua dimensi lain. Esensinya terbuat dari cahaya ilusi berupa samudera gelombang. Yang dapat, atau tak dapat, dipersepsikan tampil sebagai panjang gelombang dalam dimensi ini. Jenis otak yang berbeda dari spesies yang berbeda merupakan konverter (pengubah) kompsisional dari medan gelombang yang sangat luas ini. Ayat, “Maliki yaumiddiin” (Penguasa Hari Pembalasan) dalam surat pembuka Al-Qur’an (Al-Fatihah) merujuk pada kebenaran ini. Kesatuan Keberadaan (Wahdat al-Wujud) dari Sufisme berkenaan dengan tingkat realiti ini.
Otak… Konverter-gelombang dari keberadaan! Setiap individu menciptakan dunia holografiknya sendiri melalui konverter ini, dan setiap individu tinggal di dalam dunia holografiknya sendiri, sementara dia berpikir bahwa dia hidup dalam dimensi fisik eksterior (luar). Formasi ini lah yang dijelaskan secara rinci sebagai ayat “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (Hanya kepadaMu kami mengabdi, dan kepadaMu kami mencari pertolongan) dari surat Al-Fatihah.
Ruh… totalitas dan pokok dari semua ‘makna’. Ini merupakan inti, esensi, dan ‘ruh’ dari setiap keberadaan. Ini juga merujuk kepada ‘kehidupan’ karena setiap bagian keberadaan memiliki hidup, dimana hidupnya adalah ilmunya. Sungguh, kehidupan dan ilmu merupakan atribut yang tak terpisahkan! Tingkat perwujudan ilmu merupakan refleksi dari tingkat kesadaran. ‘Makna’ dan nilai, dari setiap mahluk, tercerminkan melalui ruhnya. Berdasarkan pemahaman ini, kita dapat merujuk kepadanya sebagai ekspresi dimensi elektromagnetik kosmik, yang dalam Sufisme dikenal sebagai Ruh Agung (Ruh-ul Azam), Akal Pertama (Aqli Awwal) dan Realiti Muhammad (Haqiqat Muhammadiyyah). Perlu diingat bahwa istilah-istilah ini tidak merujuk kepada suatu obyek atau kepada seseorang, tetapi kepada realiti tertentu.
Allah… Potensial quantum layaknya sebuah ‘titik’ mengenai yang Satu yang bernama Allah. Satu titik di antara titik-titik lainnya yang jumlahnya tak terhingga! Satu titik refleksi dalam Ilmu AbsolutNya… Disposisi dari satu alam, dari satu Nama, dari tengah-tengah ‘dunia Nama-nama’ tanpa batas.
Yang Satu yang mengetahui Nama-namaNya dengan, dan melalui, Esensi AbsolutNya, dan ‘melihat’ KekuasaanNya pada Nama-namaNya! Yang Satu yang menyingkapkan-diri dan melihat realitiNya, dengan mewujudkan sifat-sifat unikNya melalui ciptaanNya.
Yang Satu yang menciptakan sang ‘Aku’ dan yang mengklaim ‘Akulah’ melalui setiap perwujudan ‘Aku’, namun pada saat yang sama jauh melampaui pengindera manapun atau untuk dapat terinderakan!
Yang Satu yang tak dapat dikandung dalam bentuk atau persepsi apapun. Mengingat realiti ini, kita hanya bisa mengucapkan: “Allahu Akbar”2 (Allah Maha Besar).
Mengingat semua ini, mari kita lanjutkan topik mengenai jagat kita dan mengenai otak…
Sangat penting bagi kita untuk memahami bahwa otak kita menciptakan dunia holografik multi-dimensi dimana kita tinggal. Tapi bagaimana kita dapat berpikir bahwa kita berada di dunia luar sedangkan kenyataannya kita hidup dalam kepompong imajinasi kita?
Pertama-tama, apa itu mimpi ini, di dalam mimpi, di dalam dunia holografik ‘mirip-mimpi’ dan bagaimana ini dibangun dan disusun?
Dan bagaimana dunia dalam (batin) ini berinteraksi, jika demikian, dengan dunia luar?
Masing-masing kita berperan sebagai ‘raja’ atau ‘ratu’ di jagat kita sendiri; sedangkan orang lain sebagai figuran atau aktor dalam sandiwara kita! Peran-peran yang kita berikan kepada orang-orang dalam hidup kita bergantung pada ‘persepsi’ kita siapa mereka itu, berdasarkan pangkalan-data nilai-nilai yang ada sebelumnya yang kita miliki. Karenanya, kita tertawa dan menangis, kita bersedih dan bergembira dengan gambar-gambar terimajinasi ini yang kita akui ke dalam dunia imajinasi kita!
Seperti telah disebutkan di atas, otak merupakan konverter gelombang… Otak menerima gelombang tak-hingga (ruh) melalui kelima indera dan saluran lainnya, mengevaluasi dan dan menerjemahkannya menurut pangkalan-datanya, kemudian menilainya dan memproyeksikan penilaian ini kepada imajinasinya! Sebagaimana TV mengubah gelombang yang diterimanya menjadi gambar-gambar pada layar kaca. Karenanya, sejak usia yang sangat muda, kita terus menyusun dan menyusun-ulang jagat multi-dimensi di dalam otak kita, dan berpikiran selama itu bahwa kita hidup di dunia luar.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa apa yang kita kira lihat, dengar, cium, dan kita rasa dengan lidah dan kulit sebenarnya merupakan beragam frekuensi gelombang yang sampai ke otak kita dan diubah menjadi panjang gelombang tertentu yang kita definisikan sebagai ‘penglihatan’ atau ‘penciuman’ dll, dan karenanya membentuk dimensi holografik multi-dimensi dimana kesadaran tinggal!
Pendeknya, masing-masing kita hidup di dalam dunia imajinasi unik kita dan akan terus demikian tanpa batas!
Apa yang kita persepsikan dan keluarkan sebagai ‘pandangan’, berdasarkan data yang kita terima dari orang atau obyek di sekitar kita, bukan lain adalah sebuah ‘instans’ (perwakilan, istilah dalam komputer grafis, pen) dari keberadaannya. Serupa dengan kerangka dari gambar dalam filem, penglihatan yang kita asumsikan sebenarnya berdasarkan data yang kita terima dan ubah menurut pangkalan-data kita, dari satu kerangka diam!
Dengan menyusun gambar-gambar ini dari beragam instans secara berdampingan satu sama lain, kita menyusun album-album dan album-album foto dan menghabiskan hidup kita dengan membuka lembarannya satu demi satu!
Ketika kematian, otak tidak lagi menerima data yang masuk, karena kabelnya telah ‘dicabut’ dan terputus dari dimensi gelombang-gelombang ini. Ketika kita berpindah ke bidang keberadaan berikutnya, alam Akhirat, album-album ini dikumpulkan selama kehidupan kita di bumi dan satu-satunya perbekalan yang dapat kita bawa dalam perjalanan. Pada akhirnya, kita akan memulai hidup baru pada dimensi yang baru, dan proses konversi data yang sama akan berulang menggunakan sinyal-sinyal yang diterima dari bentuk kehidupan dimensi ini sebagai masukan, dan album-album yang ada yang kita miliki sebagai pangkalan-datanya!
Otak memberikan instans yang sangat berdayaguna sebagai data primer dan menciptakan semacam memori tersembunyi (cache memory) untuk akses ke depan yang cepat. Ini serupa dengan cara komputer kita mengingat halaman yang dikunjungi sebelumnya dari memori cache. Seperti itulah adanya, setiap kita menghadapi hal yang ‘ditafsirkan’ sebelumnya, baik itu mengenai seseorang, benda ataupun keadaan, otak kita secara otomastis memunculkan ‘ingatan’ yang paling populer dari hal tersebut. Dengan segera, kita akan mulai menafsirkan dan ‘menilai’ dan bahkan mengalami emosi-emosi tertentu, semuanya berdasarkan pada beberapa informasi yang disimpan di masa lampau! Bentuk evaluasi prakondisi ini adalah bentuk halangan terbesar pada perkembangan seseorang.
Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan kita mengenai hal ini dengan perkataan:
“Jika engkau tidak bertemu seseorang selama setahun, ketahuilah bahwa orang yang kau temui hari ini bukanlah orang yang kau temui setahun yang lalu!”
Karena alasan inilah kita harus terus menjernihkan pengkondisian yang ditetapkan sebelumnya – menghapus ‘cache memory’ kita – sehingga kita dapat mengevaluasi ulang setiap keadaan, sesuai dengan masukan data terkini.
Walaupun nampak sebagai segumpal daging dengan infrastruktur berbasis-neuron, otak sebenarnya asalah massa frekuensi yang belum difahami dan terpecahkan sepenuhnya oleh tingkat pengetahuan ilmiah terkini sekalipun. Mengingat hal ini, kami merujuk pada jaringan gelombang rumit ini sebagai ‘RUH’ dan esensinya sebagai ‘Cahaya’ (Nur). Nur adalah ilmu, ia adalah ‘data’. Ia laksana paket ‘makna’ tanpa akhir dan abadi.Inilah sebabnya dikatakan bahwa “kita akan merasakan kematian’, bukannya ‘berhenti ada’!
Mari ingat kembali bahwa seseorang, di hadapan kita, juga hidup dalam dunia kepompongnya, atau dengan kata lain, dalam jagat holografik multi-dimensi mereka. Ketika otak kita mengubah gelombang-gelombang data dari kejadian yang berhubungan dengan keberadaan fisiknya, dia mengambil tempat di dunia holografik kita dan kita mengira bahwa orang tersebut ‘ada’! Namun kenyataannya, kita ‘mendefinisikan’ keberadaannya, karakternya, perannya dan bahkan pengaruhnya terhadap kehidupan kita!
Inilah mengapa para master Sufi besar merujuk kepada kehidupan ini sebagai ‘mimpi’, dan mengenai ini mengatakan, “Kita datang sendirian, hidup sendirian, dan mati sendirian”.
Beberapa dari kita terkungkung dalam kepompong (dunia holografik multi-dimensi) yang menyerupai istana, sementara yang lainnya hidup di tempat kumuh; beberapa dari kita menghiasi rumah kita (otak) dengan koleksi berharga, sementara yang lainnya mengumpulkan sampah. Beberapa dari kita bahkan tak memiliki rumah dan dipanggil dengan sebutan ‘tuna-wisma’ (atau plesetannya ‘tak-berotak’)
Jagat holografik kita adalah dunia yang akan kita tempati untuk selamanya. Bagaimana kita menafsirkan instans gelombang data yang kita terima, siapa dan apa yang kita akui ke dalam dunia kita dan dimana kita menempatkan mereka apakah akan menciptakan surga, atau neraka kita.
Instans dari gelombang data yang sampai ke otak kita akan dievaluasi dan didasarkan apakah itu pada ‘sampah’ yang kita bawa ke dalam rumah kita, atau didasarkan pada rumah baru yang kita bangun dengan bimbingan sistem universal ‘Sunnatullah’3. Dunia, alam antara, kebangkitan, surga dan neraka, semuanya dialami di dalam, dan semuanya dibentuk oleh, penafsiran dan penilaian pribadi kita.
Pada saat kematian, setelah otak ‘dimatikan’ dan berhenti berfungsi dalam bentuk ‘daging’nya, ‘system reboot’ akan terjadi dan hidup kita akan berlanjut dengan cadangan (back-up) dari otak astral (gelombang) kita. Karenanya, kami melihatnya penting untuk membuat back-up dengan ilmu yang kokoh dan bermanfaat!
Segala sesuatu yang diuraikan dalam Al-Qur’an dan oleh Nabi Muhammad SAWadalah realiti dan akan hidup! Hal yang penting adalah memecahkan arti dari ayat-ayat ini dengan benar, tanpa salah menafsirkannya atau mengambilnya secara harfiyah. Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa manusia akan dibangkitkan (diciptakan kembali) dari tulang ekornya di akhirat. Menafsirkan sabda ini sebagai kebangkitan fisik tubuh yang terbuat dari daging dan tulang adalah sebuah kejahilan. Jelas sekali bahwa ini adalah sebuah metafora untuk menunjukkan bahwa suatu ‘bentuk kehidupan’ akan berlanjut setelah kematian.
Contoh lain misalnya, beliau mengatakan “matahari akan muncul dalam jarak satu mil dari bumi”. Hal ini sesuai dengan pemahaman ilmiah dewasa ini bahwa pada akhirnya matahari akan menelan bumi, dan bumi akan menguap.
Umat Islam bahkan salah memahami ayat yang berkaitan dengan ‘ruh’. Ketika para ulama Yahudi menanyakan tentang ruh kepada Nabi Muhammad SAW, sebuah ayat diwahyukan sebagai jawabannya, dengan menyatakan “Sedikit yang telah dibukakan kepada kalian tentang ruh”. Ayat ini berbicara kepada para ulama Yahudi, mengatakan kepada mereka bahwa ‘sedikit atau tak ada pengetahuan’, mengenai ruh, yang diberikan kepada umat Yahudi. Sungguh, ada informasi yang cukup banyak mengenai ruh di dalam Islam, seperti yang dikatakan Ghazali,
“Seseorang yang hampa dari pengetahuan ruh tak kan dapat mencapai pencerahan.”
Ruh kita adalah keberadaan kita sebenarnya! Ia adalah dunia kita. Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Ruhmu adalah tubuhmu dan tubuhmu adalah ruhmu.”
Kita adalah apa yang kita persepsikan!
Namun …
Dalam diri kita juga terdapat potensi kekhalifahan, yang telah kita abaikan! Kita menjadi tidak sadar lagi terhadap gerbang yang ini, yang membuka kepada dimensi ekspansi elektromagnetik kosmik kita!
Jika kita membentuk dan mengisi dunia kita dengan kemakmuran yang menanti kita di balik gerbang kekhalifahan (sifat-sifat dari dimensi Nama-nama), maka dunia kita akan berubah bentuk menjadi surga dan pada akhirnya akan bersatu dengan Allah. Ayat berikut merujuk kepada pemurnian dunia seseorang, yakni persepsinya!
“Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri” [Qur’an 87:14]
Kita merajut dunia kepompong kita, bukan hanya dengan informasi genetik warisan namun juga dengan semua pengkondisian yang kita terima selama hidup kita. Pangkalan-data kita sepenuhnya ‘berdasarkan’ pada nilai-nilai prakondisi ini, yang menyalurkan dan membentuk hidup kita, untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk!
Pendek kata, hidup kita semata-mata berdasarkan pada dunia luar. Kita tak pernah benar-benar menyadari bahwa hidup kita dihabiskan dalam kepompong yang kita rajut sendiri, dan bukan di dunia luar!
Walaupun kita mengalami contoh keberadaan seperti-kepompong setiap malam ketika pergi tidur, kita tidak mengenali atau memikirkannya! Dalam tidur, kita sama sekali sendiri, tak ada teman, meski mungkin berbaring di samping kita, tak ada anak, di ruang sebelah, tak ada siapapun bersama kita!
Ketika kita mengalami kematian dan berpindah ke beradaan non-materi, semua kesan saat itu juga ditinggal, termasuk orang-orang dan benda-benda. Kita melangkah sendiri dalam perjalanan kita, hanya membawa pengkondisian dan persepsi kita.
Tujuannya adalah membersihkan pikiran kita dari penilaian yang ditetapkan sebelumnya, berdasarkan gelombang data instans-instans, dan merenovasi dunia-dunia holografik kita dengan bahan yang penting, sedemikian rupa sehingga berubah dari rumah kumuh menjadi sebuah istana yang pantas bagi seorang sultan.
Seorang sultan adalah orang yang hidup yang sesuai dengan Nama-nama Allah, seorang khalifah!
Seseorang yang dapat memecahkan kepompongnya akan beruntung dan dipromosikan ke dimensi ekspansi elektromagnetik kosmik sebagai teman Allah (waliyy), dimana dunianya akan ‘seperti-surga’.
Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Di surga, masing-masing orang akan memiliki dunianya sendiri, yang terkecil darinya 10 kali lebih besar dari bumi, dan kepada mereka dikatakan: ‘Berharaplah pada apa yang engkau inginkan, karena keinginanmu akan dikabulkan!’”
Dengan kata lain, tiap-tiap orang akan menjadi sultan dari dunianya sendiri.
Bagi mereka yang memilih hidup di tempat kumuh, yakni yang tidak mengembangkan otaknya dan hanya mengisinya dengan sampah, akan menerima akibatnya selama-lamanya!
Maka gunakanlah otak Anda dan amati serta evaluasi kebenaran secara ilmiah atau patuhlah kepada jalan yang dicontohkan untukmu oleh Nabi muhammad SAW – karena tidak ada yang lain yang dapat menyelamatkan.
Ahmed Hulusi

No comments:

Post a Comment