Tuesday 27 September 2016

IMAN DAN IHSAN

IMAN DAN IHSAN
“Dan, orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahawa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itulah yang benar.” (Saba’: 6).
اللَّـهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖالْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّـهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ ۚوَيَضْرِبُ اللَّـهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٣٥
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (iaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)
Cahaya Di Atas Cahaya
Begitulah cahaya fitrah di atas cahaya wahyu. Begitulah keadaan orang yang memiliki hati yang hidup dan sedar.
Orang yang keadaannya seperti ini dapat menyatukan hatinya dengan makna-makna Al Quran, lalu mendapatkannya seakan-akan yang demikian itu tertulis di dalamnya, lalu dia tinggal membacanya tanpa harus melihat.
Sementara di antara manusia yang lain ada yang tidak memiliki kesiapan yang sempurna, di dalam hatinya tidak ada kesedaran dan kesempurnaan hidup. Sehingga dia memerlukan keberadaan orang lain yang menjelaskan yang haq dan yang batil kepadanya. Kehidupan hatinya, cahayanya dan kejernihan fitrahnya tidak mencapai tingkatan orang yang pertama. Untuk mendapatkan hidayah, dia harus mengosongkan pendengarannya tatkala mendengar suatu perkataan, harus mengosongkan hatinya, agar dia dapat merenungi dan memikirkan serta memahami makna-maknanya. Dengan cara ini dia baru bisa mengetahui bahawa apa yang didengarnya itu adalah benar.
Yang pertama adalah keadaan orang yang melihat dengan mata kasar apa yang diserukan dan dikhabarkan kepadanya. Yang kedua adalah keadaan orang yang mengetahui dan meyakini kebenaran yang memberi khabar. Dalam hal ini dia berkata, “Bagiku cukup hanya dengan mendengarnya.”
Yang pertama dalam posisi ihsan dan yang kedua dalam posisi iman. Ini merupakan keadaan yang sudah mencapai ilmul-yakin dan hatinya meningkat sampai tingkatan ainul-yakin. Pada dirinya ada pembenaran yang kukuh, yang pasti mengeluarkannya dari kufur dan memasukkannya ke dalam Islam.
Ainul-yakin ada dua macam. Satu macam di dunia dan satu macam lagi di akhirat. Yang diperoleh di dunia dinisbatkan ke hati, seperti penisbatan orang yang melihat ke mata. Adapun hal-hal ghaib yang dikhabarkan para rasul di bantu dengan pengetahuan, yang ada di dunia dengan penglihatan. Inilah ainul yakin yang tercermin dalam dua macam ini..
Setiap tulisan juga perkataan tersembunyinya kiasan, dengan izin Allah akan mendapat faham bagi mereka yang mahu berfikir.
Amiin²

No comments:

Post a Comment