Monday 22 January 2018

TABIR HAKIKAT

TABIR HAKIKAT
Suatu ketika seorang sufi Abu Bashir sedang berdiri dekat Ka’bah seraya menjuruskan pandangannya kepada orang ramai yang sedang bertawaf, dia tertegun karena begitu banyaknya orang yang mengerjakan tawaf sehingga kedengaran suara gemuruh takbir, tahmid, tasbih serta do’a, lalu terlintas dalam benaknya tentulah mereka itu mendapat keampunan di sisi Allah s.w.t.
Sejurus kemudian datanglah Imam Ja’far Shaddiq seorang imam besar keturunan Rasulullah s.a.w dan dia mengetahui apa yang terlintas di dalam benak anak muridnya itu lantas berkata kepada Abu Bashir;
"Pejamkanlah matamu wahai Abu Bashir...!"
Dengan rasa kebingungan yang mendalam akhirnya Abu Bashir menuruti dan patuh ke atas apa yang diperintahkan oleh gurunya itu.
Kemudian Imam Ja’far Shaddiq mengusap wajah Abu Bashir dan berkata;
Sekarang bukalah matamu wahai Abu Bashir dan lihat kembali kepada orang ramai yang sedang bertawaf itu...
Setelah Abu Bashir membuka matanya, alangkah terperanjat dia tiada terkira karena sekarang apa yang dilihatnya hanyalah sekumpulan orang-orang yang berkepala binatang sedang melakukan tawaf, di antara mereka ada yang menyalak, mengaum, mengembik dan mengerang.
Sambil diliputi rasa hairan, kebingungan dan gerun ketakutan dia kemudian bertanya kepada gurunya;
Apa yang sebenarnya yang terjadi ini wahai guru...?
Maka Imam Ja’far Shaddiq menjelaskan;
Pada kali pertama yang engkau lihat itu adalah sifat wujud jasadiyyah luaran mereka sahaja yang sedang bertawaf, dan pada kali kedua yang engkau lihat adalah sifat batin dalaman wujud rohaniyyah mereka.
Lalu Abu Bashir bertanya lagi;
Kenapa boleh terjadi hal yang demikian wahai guru? Pada hal mereka sedang berhaji, dan kelihatan mereka itu sedang bertakbir, bertahmid dan bertasbih mengagungkan Allah s.w.t
Dan dijawab oleh Imam Ja’far Shaddiq;
Apa yang mereka ucapkan tidak sungguh-sungguh keluar dari lisan mereka karena tidak bersesuaian dengan apa yang terlintas di dalam hati mereka. Apa yang mereka usahakan tidak pernah ditujukan kepada Allah s.w.t tapi keduniaan yang mereka tuju. Mereka masih lagi mengingati yang lain selain Allah sw.t karena kenyataannya mereka masih lagi mengagungkan jawatan kedudukannya, ilmu-keilmuannya dan harta kekayaannya padahal Allah s.w.t Maha Mengetahui apa yang terlintas di dalam diri kita baik zahir maupun batin.
Oleh sebab itu luruskan ikhlas niatmu karena Allah dan Rasul-Nya dan pasrah berserah dirimu untuk diaturkan oleh Allah sw.t dengan segala ketentuan-Nya, karena itu adalah awal serta akhir dari segala perjalanan ibadah seseorang hamba.
Dan sesuatu yang dilihat pada zahir itu belum tentu kebenarannya, jangan takjub dengan sifat zahir sesuatu.
Shaykh Abd al-Qadir Isa di dalam kitabnya Haqa'iq 'ani al-Tasawwuf:
Barangsiapa yang kebanyakan masanya lalai (ghaflah) dari Allah, maka karat akan tertempa pada hatinya, dan karat tersebut mengikut kadar kelalaiannya. Kalau sekiranya hati berkarat maka gambaran-gambaran maklumat tidak akan terakam padanya bertepatan dengan realitinya yang sebenar, maka ia akan melihat kebatilan sebagai benar dan kebenaran sebagai kebatilan.
Apabila karat terakam pada hati, maka ia menjadi hitam lalu terdinding, lantas rosaklah perspektifnya (tasawwur) dan pengetahuannya (idrak), maka ia tidak menerima kebenaran dan tidak menolak kebatilan.
Ini merupakan sebesar-besar hukuman bagi hati (a‘zami ‘uqubat al-qalbi). Puncanya adalah kerana kelalaian dan mengikut hawa nafsu, maka kedua-duanya memadamkan cahaya hati dan membutakan pandangannya.
Allah s.w.t. berfirman (yang bermaksud): dan janganlah engkau mematuhi orang yang kami lalaikan hatinya daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami [di dalam al-Qur’an], serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah melampaui kebenaran (Qs. Al-Kahfi: 28).

No comments:

Post a Comment