RAHSIA LISAN DAN HATI PARA WALI
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Bersungguh-sungguhlah engkau dalam meraih darjat makrifatullah, kerana engkau akan menyelam bersama-Nya, kukuh dengan keteguhan diri menuju kepada Allah, serta dengan ilmu-Nya engkau menuju kepada-Nya.
Perkataanmu adalah cermin hatimu. Lisanmu adalah penterjemah hatimu. Jika hati seseorang bercampur-baur banyak perkara, maka dia kadang berkata benar dan kadang berkata salah. Dia tidak dapat mengubah apa yang tersembunyi dalam hati. Jika hati seseorang telah terbebas dari syirik, maka lisannya akan lurus dan benar. Jika dia bersekutu dan mengikuti sifat makhluk, maka dia dapat berubah, terpeleset dan berdusta.
Kerana itu, di antara para pembicara, ada orang-orang yang berbicara dari hatinya, ada pula yang berbicara dari rahsianya, dan bahkan ada yang berbicara dari hawa nafsu, syaitan dan kebiasaan buruknya.
Jika engkau mencintai atau membenci seseorang, janganlah cinta dan bencimu berlandaskan hawa nafsu dari tabiat burukmu, tapi ukurlah dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Jika apa yang engkau cintai sesuai, maka cintailah terus menerus. Demikian pula jika kau membenci pada seseorang. Jika kebencianmu tidak mendatangkan manfaat, maka dekatilah hati orang-orang soleh dan bertanyalah kepada mereka. Kerana hatinya adalah kebenaran. Jika hatinya benar, maka dia akan benar di sisi Allah. Jika hati beramal dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka ia akan menjadi dekat kepada-Nya, serta akan mengetahui hak dan kewajibannya sendiri. Dia tahu apa yang harus ditunaikan untuk Allah dan apa yang harus dilakukan kepada sesuatu selain-Nya.
Jika seorang Mukmin saja mampu memiliki cahaya yang menerangi penglihatannya, apalagi orang-orang yang benar (Siddiq) dan dekat kepada Allah. Orang Mukmin memiliki cahaya yang digunakan untuk memandang sesuatu, kerana Nabi telah memperingatkan tentang ketajaman penglihatannya. Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kepada firasat orang Mukmin, kerana dia melihat dengan cahaya Allah.”
Orang yang ‘arif dan dekat kepada Allah, juga diberi cahaya sehingga dapat melihat kedekatan antara dirinya dengan Allah. Dia mampu melihat roh para malaikat, nabi, hati dan roh orang-orang siddiq, serta melihat keadaan dan kedudukan mereka. Selamanya dia bergembira bersama Allah. Dia berpisah dengan makhluk. Di antara mereka ada yang lisan dan hatinya mengetahui. Ada pula yang hatinya mengetahui dan lisan menjadi juru bicaranya. Sedangkan orang munafik, lisannya mengetahui, namun hatinya gagap. Semua ilmunya hanya di mulut saja, sedangkan hatinya buta.”
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Al-Fath Ar-Rabbani wa al-Faidh ar-Rahmani.
No comments:
Post a Comment