TAHAP ROHANI SEORANG HAMBA
Syekh Abdul-Qadir Al-Jailani mengatakan tentang sabda Rasulullah SAW dalam sebuah Hadis Qudsi:
“Barangsiapa yang disibukkan berzikir kepadaKu dan jauh dari meminta kepadaKu, maka Aku akan memberikan sesuatu yang paling baik yang diberikan kepada orang yang meminta.”
Menurut Syekh, hal tersebut terjadi, kerana sesungguhnya seorang Mukmin itu jika dia menginginkan Allah SWT, maka Allah akan menyucikan dan memilihnya. Semua keadaan akan dijalaninya dengan pertolongan Allah SWT. Dan, Allah juga akan memberikan ujian kepadanya dengan berbagai macam ujian dan cubaan. Maka, orang tersebut akan menjadi miskin setelah dia kaya. Dia terpaksa meminta rezeki kepada makhluk ketika semua usahanya sudah buntu.
Kemudian, Allah akan menjaganya untuk tidak meminta kepada mereka dan memaksanya untuk berhutang kepada mereka. Allah SWT kemudian akan menjaganya untuk tidak berhutang kepada mereka dan memaksanya untuk berusaha, memberikan kemudahan dan kelonggaran dalam usaha tersebut.
Akhirnya, seorang hamba tadi dapat makan dengan usahanya sendiri, sedangkan hal tersebut adalah sunnah. Allah pun akan memberikan kesulitan kepadanya dan memberikan petunjuk kepadanya untuk meminta kepada makhluk. Lalu, Allah akan memerintahkan kepadanya untuk meminta dengan perintah batin (yang tersembunyi), yakni Allah akan mengajarkan dan memberitahu kepadanya, dan menjadikan ibadah dalam perintah tersebut, dan kemaksiatan dalam meninggalkannya.
Agar dengan hal tersebut, hawa nafsunya menjadi hilang dan nafsunya akan terbalik. Inilah yang dinamakan keadaan riyadhah. Maka, seorang hamba yang meminta tadi adalah kerana keterpaksaan, bukan sebagai bentuk menyekutukan Allah.
Kemudian, Allah akan menjaganya lagi untuk tidak meminta kepada mereka dan memaksanya untuk berhutang kepadanya dengan perintah yang keras, yakni hamba tadi tidak mungkin meninggalkannya, sebagaimana perintah untuk meminta sebelumnya.
Lalu, Allah akan memindahkannya lagi dan memutuskan semua hubungannya dengan sesama makhluk dan interaksi dengan mereka. Akhirnya, Allah menjadikan rezekinya hanya ketika dia meminta kepada Allah sahaja. Hamba tadi akan selalu meminta apa yang dia inginkan kepada Allah, kemudian Allah juga akan memberikan apa yang diminta tersebut, dan tidak akan memutuskannya, meski pun dia tidak meminta dan berpaling dari pemintaan tersebut.
Allah akan memindahkan keadaan hamba tadi dari meminta dengan lisan menuju kepada meminta dengan hati. Maka hamba tadi akan meminta semua yang ia inginkan dengan hatinya, dan Allah akan memberikan kepadanya yang dia minta tersebut sehingga jika hamba tadi meminta dengan lisannya, Allah tidak akan memberikan apa yang dia minta tersebut atau dia meminta kepada makhluk, dan mereka juga tidak akan memberikannya. Allah akan mencukupkan sesuatu bagi dirinya agar dia tidak meminta secara keseluruhan, baik secara lahir mahu pun batin.
Lalu, Allah juga akan memanggilnya dengan semua yang menjadi kemaslahatannya dan apa saja yang mencukupi keperluannya berupa pakaian, makanan, minuman, dan semua keperluan manusia yang tidak pernah terlintas dalam hatinya, dan tidak pernah ada dalam dirinya. Pada saat itulah Allah akan melindungi dirinya. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah:
“Sesungguhnya Pelindungku adalah Yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an), dan Dia melindungi orang-orang yang soleh.” (Q.S. Al-A’raaf: 196).
Maka akan menjadi nyatalah firman Allah dalam hadis Qudsi, “Barang siapa yang disibukkan oleh zikir kepadaKu dan jauh dari meminta kepadaKu, Aku akan memberikan sesuatu yang paling baik yang diberikan kepada orang yang meminta.”
Ini adalah keadaan fana, iaitu keadaan yang menjadi tujuan akhir para wali dan abdal. Terkadang terdapat dalam diri mereka takwin (penambahan kurnia dari Allah). Semua yang mereka inginkan adalah dengan seizin Allah, sebagaimana firman Allah SWT di dalam kitabNya, “Wahai anak Adam, Aku adalah Allah SWT yang tidak ada tuhan selain Aku. Jika Aku mengatakan kepada sesuatu, ‘Jadilah!’ maka jadilah ia. Taatlah kepadaKu, maka Aku akan menjadikan dirimu jika mengatakan kepada sesuatu, ‘jadilah!’ maka jadilah ia.”
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Futuhul-Ghaib / Tasawuf
Futuhul-Ghaib / Tasawuf
No comments:
Post a Comment