Wednesday, 28 June 2017

INI BUKAN JALAN JAZBAH*


UNTUK RENUNGAN BERSAMA
*INI BUKAN JALAN JAZBAH*
Di dalam Kasful Mahjub kitab tasawuf klasik karya Imam Al-Qusyairi dijelaskan bahawa syarat untuk mencapai makrifat itu bukan pandai atau luas pengetahuannya karena kalau itu sebagai syarat maka semakin pandai seseorang maka semakin dia bermakrifat kepada Allah, kenyataan semakin pandai manusia semakin dia bingung dengan keberadaan Tuhan. Ilmu diperoleh dari panca indera sedangkan makrifat diperoleh lewat Qalbu (hati).
Makrifat tidak diperoleh dengan membaca dan mendengar, itulah sebabnya walaupun belajar banyak dari buku-buku tasawuf atau mengambil jurusan master tasawuf di universitas tidak akan menjamin untuk mencapai tahap makrifat. Pengetahuan tasawuf yang membahas tentang makrifat yang merupakan pengalaman dari Para Guru Sufi hanya bisa menjelaskan kita tentang apa itu makrifat tapi tidak akan pernah bisa membawa kita kepada pengalaman bermakrifat.
Makrifat adalah kondisi di mana seorang hamba sangat dekat dan akrab dengan Tuhannya tanpa keraguan sedikitpun yang sedang disembah dan sedang dipuja tersebut adalah Allah bukan yang lainnya, bukan sejadah atau dinding mesjid dan bukan pula ka’bah. Bahkan Imam Junaidi Al-Baghdadi ketika ditanya apakah Beliau melihat Tuhan yang disembah dalam ibadah, Beliau menjawab, “Kami tidak menyembah Tuhan yang tidak kami lihat”.
Pengalaman-pengalaman ruhani para sufi hanya bisa dicapai lewat mujahadah, berperang melawan diri sendiri, melawan setan yang bersemayam dalam dada setiap manusia tanpa kecuali. Mujahadah berupa zikir, puasa dan berbagai kegiatan yang bersifat ubudiyah kepada Allah, lewat itulah Allah berkenan memberikan karunia berupa Makrifat yaitu mengenal Dzat Allah yang Maha Agung. Jadi makrifat itu bukan hasil pencarian tapi merupakan karunia dari Allah SWT.
Sebelum mencapai tahap makrifat, seorang salik (murid penempuh jalan kepada Tuhan) terlebih dahulu mengenal dan mahir dengan Muraqabah, sehingga dia sangat mudah mengenal yang mana malaikat dan yang mana pula setan. Dia akan mudah mendeteksi bisikan-bisikan halus yang menyusup ke dalam dada dan pikiran manusia, bisikan setan atau bisikan malaikat, godaan iblis atau ilham dari Allah.
Banyak orang terjebak di alam rohani, menuntut ilmu hanya dengan membaca atau melakukan ritual tanpa bimbingan sehingga dia merasa sudah mencapai tahap makrifat. Dengan bangga kemudian meneriakkan apa yang diteriakkan tokoh sufi, karena merasa suci kemudian meninggalkan ibadah-ibadah yang sudah jelas-jelas diwajibkan oleh agama.
Di zaman sekarang kita semakin sulit membedakan antara Hamba Allah atau Hamba Setan, ulama yang merupakan pembawa cahaya Allah atau dukun sebagai duta setan karena keduanya sudah bercampur aduk. Seorang dukun pun sangat mahir dalam berbicara tentang makrifat dan seolah-olah dia telah mencapai tahap makrifat, padahal apa yang disampaikan hanya sekedar teori dan hasil dari bacaan di buku-buku gaib. Karena itu Abu Yazid al-Bustomi mengingatkan kita semua lewat ucapan Beliau, “Barang siapa yang menuntut ilmu Tanpa Syekh (Guru) maka wajib setan Syekh (Guru) nya”.
Sulit memang membedakan ilmu yang benar dan ilmu yang keliru karena apa yang kita sebut sebagai ilmu benar itu bisa jadi keliru. Standard untuk mengukur apakah ilmu yang kita pelajari itu sah atau tidak bukan pada bentuk ilmunya. Semua orang mengklaim memperoleh ilmu dari Al-Qur’an dan Hadist. Sah atau tidaknya tergantung kepada Guru Mursyid tempat dia memperoleh ilmu tersebut. Dalam dunia tarekat Silsilah atau Rantai Emas yang merupakan penyambung antara Guru satu dengan Guru sebelumnya sampai kepada Rasulullah SAW adalah alat pengukur apakah ilmu yang diajarkan itu sah atau tidak. Kalau ilmu yang diperoleh dari Guru yang Silsilah Keguruannya tidak bersambung kepada Rasulullah SAW maka ilmu tersebut wajib diragukan keasliannya.
Seorang Guru Mursyid akan mengajarkan ilmu kepada para murid baik Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat dalam satu pakej sebagai warisan dari Rasulullah SAW. Hadist yang disampaikan Guru Mursyid benar-benar dijamin keasliannya karena memang disampaikan lewat jalur yang sah, jalur yang bersambung yang terjamin keasliannya. Seluruh ajaran Guru Mursyid tidak akan terlepas dari apa yang difirmankan oleh Allah SWT dan apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW tidak berubah dan tidak akan diubah sampai akhir zaman.
Satu hal yang harus diingat bahawa yang langka di dunia ini bukan ilmu berhubungan dengan Allah, bukan ilmu tarekat, bukan juga ilmu syariat karena semua ilmu itu bisa diperoleh di mana saja, di buku, pasantren, universitas Islam, yang langka adalah Guru Mursyidnya, Grand Masternya yang menumpahkan ilmu lewat dada Beliau kepada para murid di mana saja si murid berada dan kapan saja. Ilmu yang ditumpahkan lewat dada inilah yang benar-benar murni berasal dari Rasulullah SAW. Ucapan Nabi, “Tidak ada yang tersisa di dadaku ini kecuali aku tumpahkan ke dada Abu Bakar”.
Hamzah paman Nabi ingin sekali belajar Al-Qur’an dan ingin sekali paham tentang Al-Qur’an. Ketika Hamzah mengemukakan keinginannya kepada Nabi, kemudian Nabi memeluk paman Beliau dan sejak saat itu Hamzah langsung paham tentang Al-Qur’an. Nabi telah mentransfer Nur Al-Qur’an yang murni dari dada Beliau ke dada paman Beliau.
Akhirnya kita selalu bersyukur kepada Allah SWT karena dengan Rahman dan RahimNya berkenan memperkenalkan kepada kita Auliya-Nya, Kekasih-Nya yang lewat Kekasih-Nya itu kita dibawa berkenalan dengan Allah SWT yang Maha Agung dan Maha Suci sehingga ibadah yang kita lakukan benar-benar tanpa keraguan sedikitpun. Mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa bermanfaat untuk kita semua, Amin ya Rabbal ‘Alamin!

No comments:

Post a Comment