AWAL ZAT ITU GHAIB / ALBATINU
AKHIR ZAT ITU NYATA / AZZAHIRU
JALAN PULANG IALAH UTK GHAIB SEMULA ...
Zat pada mertabat Allah
Wujud dan NYATA
Wujud dan NYATA
DIALAH ALBATINU
DIALAH JUGA AZZAHIRU..
DIALAH JUGA AZZAHIRU..
Zat Wajibul Wujud pada mertabat HU adalah sesuatu yg tidak dapat disebut dan tidak bernama...
Hingga Zat pada mertabat Nur Muhd merujuk diriNya sbg DIA je
Inilah mertabat LAISA..
1 pintu alam kandungan
9 pintu alam kezahiran
10 pintu alam kerohanian.
1 pintu utk pulang.
KesemuaNya ada pada ujud insan.
Carilah pintu itu bg yg ingin mencari, bg yg telah temui beruntunglah, bg yg mls nk cari terpulanglah....
Setiap manusia sempurna dengan mudah dapat mengendalikan jalan hidup atau air hidupnya yang disebut tirta nirmaya (Bahasa Budha), ma’ul hayat atau sajaratul makrifat (Arab). Jumlahnya ada 3 dan 9 nirmaya yang tersebar merata diseluruh tubuh, 3 Diantaranya memiliki kemampuan mengetahui dengan teliti sesuatu yang diperlukan. 3 lainnya merupakan permulaan kudrat/tenaga, sementara itu, dua sisinya merupakan kudrat/tenaga yang berupa daya kekuatan untuk hidup, yang jika ditutup akan memusnahkan budi dan daya kehidupan.
9 pintu alam kezahiran
10 pintu alam kerohanian.
1 pintu utk pulang.
KesemuaNya ada pada ujud insan.
Carilah pintu itu bg yg ingin mencari, bg yg telah temui beruntunglah, bg yg mls nk cari terpulanglah....
Setiap manusia sempurna dengan mudah dapat mengendalikan jalan hidup atau air hidupnya yang disebut tirta nirmaya (Bahasa Budha), ma’ul hayat atau sajaratul makrifat (Arab). Jumlahnya ada 3 dan 9 nirmaya yang tersebar merata diseluruh tubuh, 3 Diantaranya memiliki kemampuan mengetahui dengan teliti sesuatu yang diperlukan. 3 lainnya merupakan permulaan kudrat/tenaga, sementara itu, dua sisinya merupakan kudrat/tenaga yang berupa daya kekuatan untuk hidup, yang jika ditutup akan memusnahkan budi dan daya kehidupan.
Tiga daya kekuatan tirta nirmaya itu meliputi : 1 Penglihatan, 2 Pendengaran dan 3. Penciuman, ketiganya adalah termasuk bahgian dari Panca Indra Manusia. Jika ke-3nya disatukan dan ditutup kemudian digulung jadi satu, maka terjadilah sukmantaya yang berwarna hijau, biru dan kuning indah bagaikan embun ditembus sinar matahari. Dan inilah sebenarnya rahasia mengenai asal muasal manusia. Disinilah terdapat kesamaan semua manusia, baik atau jahat, banjingan atau auliya maupun seorang raja, Kedua kutub itu bagaikan cincin yang berbentuk lingkaran. Kudrat, permulaan, pertengahan dan akhir hidup manusia.
Banyak orang yang menghadapi sakratul maut (kematian), Kudrat, angan-angan dan keinginannya belum musnah. Sudah diambang kematian masih saja berkeinginan dan duniawi masih ada dalam pikiran manusia, akibatnya, gerakan nafas pada saat maut datang tidak teratur, diantaranya ada orang yang saat mati matanya membelalak seolah tidak rela untuk meninggalkan kenikmatan dunia yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya.
Sebaiknya ketika ajal seseorang datang, tidak sedikitpun keinginannya tertinggal, demikian pulalah qudratullah ketika malaikat Izrail mencabut nyawa.
Kematian manusia bukan jenis kematian pasif, atau kematian negative dalam arti kematian yang bersifat memusnahkan. Kematian hanya sebagai gerbang menuju kemanunggalan, dan itu harus memasuki alam nur Muhammad. Bentuk konkretnya, dalam pengalaman kematian itu, orang tersebut tidaklah kehilangan muasal hidup. Oleh kernanya keadaan kematiannya bukanlah suatu kehinaan sebagaimana kematian makhluk selain manusia. Disinilah arti penting syafa’at sang utusan (Rasullullah s.a.w) dalam bentuk Nur Muhammad atau hakikat Muhammad.
Nur Muhammad adalah roh kesadaran bagi tiap pribadi dalam menuju kemanunggalannya, sehingga dengan NUR itulah maka pengalaman kematian oleh manusia, bukan sejenis kematian pasif, atau kematian yang negative, dalam arti kematian dalam bentuk kemusnahan sebagaimana yang terjadi terhadap haiwan.
Kematian itu adalah sesuatu aktiviti yang aktif, sebab ia hanyalah pintu menuju kearah manunggal. Nampak sekali bahwa dalam kematian seseorang itu tetap tidak akan kehilangan kesadaran kemanunggalanNya. Dengan Hakikat Muhammadnya ia tetap sadar dalam kematian itu, bahwa ia sedang menempuh salah satu lorong manunggal.
Wejangan
"Sudah diketahui secara umum bahwa wejangan (ajaran-ajaran) Syekh Siti Jenar dirumuskan dalam ajaran Sasahidan. Adapun yang menjadi sesuatu yang harus dicegah oleh para pengikut dan pengamal ajarannya adalah (Sabda Sasmaya, hlm. 45, 47):
*Tidak boleh memiliki daya atau keinginan yang buruk dan jelek.
*Tidak boleh berbohong.
*Tidak boleh mengeluarkan suara yang jorok, buruk, saru, tidak enak didengar dan menyakiti orang.
*Tidak boleh memakan daging (darat, udara maupun air).
*Tidak boleh memakan nasi, kecuali terbuat dari bahan jagung.
*Tidak boleh berkhianat kepada sesama manusia.
*Tidak boleh minum air yang tidak mengalir.
*Tidak boleh membuat dengki dan iri hati.
*Tidak boleh membuat fitnah.
*Tidak boleh membunuh seluruh isi jagat.
*Tidak boleh memakan ikan atau daging dari hewan yang rusuh, tidak patut, tidak bersisik atau tidak berbulu.
"Sudah diketahui secara umum bahwa wejangan (ajaran-ajaran) Syekh Siti Jenar dirumuskan dalam ajaran Sasahidan. Adapun yang menjadi sesuatu yang harus dicegah oleh para pengikut dan pengamal ajarannya adalah (Sabda Sasmaya, hlm. 45, 47):
*Tidak boleh memiliki daya atau keinginan yang buruk dan jelek.
*Tidak boleh berbohong.
*Tidak boleh mengeluarkan suara yang jorok, buruk, saru, tidak enak didengar dan menyakiti orang.
*Tidak boleh memakan daging (darat, udara maupun air).
*Tidak boleh memakan nasi, kecuali terbuat dari bahan jagung.
*Tidak boleh berkhianat kepada sesama manusia.
*Tidak boleh minum air yang tidak mengalir.
*Tidak boleh membuat dengki dan iri hati.
*Tidak boleh membuat fitnah.
*Tidak boleh membunuh seluruh isi jagat.
*Tidak boleh memakan ikan atau daging dari hewan yang rusuh, tidak patut, tidak bersisik atau tidak berbulu.
3. “Manusia yang sejati itu ialah ia yang mempunyai hak dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, serta berdiri mandiri diri pribadi. Sebagai hamba ia menjadi sukma, sedang Hyang sukma menjadi nyawa. Hilangnya nyawa bersatu padu dengan hampa dan kehampaan ini meliputi alam semesta.”.
4. “Adanya Allah karena dzikir, sebab dengan berdzikir orang menjadi tidak tahu akan adanya zat dan sifat-sifatnya. Nama untuk menyebut Hyang Manon, yaitu Yang Maha Tahu, menyatukan diri hingga lenyap dan terasa dalam pribadi. Ya Dia ya Saya. Maka di dalam hati timbul gagasan, bahwa ia yang berdzikir menjadi zat yang mulia. Dalam alam kelanggengan yang masih di dunia ini, di manapun sama saja, hanya manusia yang ada…Allah yang dirasakan adanya waktu orang berdzikir, tidak ada, jadi gagasan yang palsu, sebab pada hakikatnya adanya Allah yang demikian itu hanya karena nama saja.” ”…nama Tuhan itu berasal dari manusia.” .
5. “Manusia yang melebihi sesamanya, memiliki duapuluh sifat, sehingga dalam hal ini antara agama Hindu-Budha Jawa dan Islam sudah campur. Di samping itu rupa dan nama sudah bersatu. Jadi tiada kesukaran lagi untuk mengerti akan hal ini dan semuanya sangat mudah dipahami.” .
6. “Manusia hidup dalam alam dunia ini hanya menghadapi dua masalah yang saling berpasangan, yaitu baik buruk berpasangan dengan kamu, hidup berjodoh dengan mati, Tuhan berhadapan dengan hamba-Nya.”
7. “Orang hidup tiada merasakan ajal, orang berbuat baik tiada merasakan berbuat buruk dan jiwa luhur tiada bertempat tinggal. Demikianlah pengetahuan yang bijaksana, yang meliputi cakrawala kehidupan, yang tiada berusaha mencari kemuliaan kematian, hidup terserah kehendak orang masing-masing.” .
8. “Menurut ajaran Siti jenar dulu, keadaan hidup itu berupa bumi, angkasa, samudera dan gunung seisinya, semua yang tumbuh di dunia, udara dan angin yang tersebar di mana-mana, matahari dan bulan menyusup di langit dan keberadaan manusia sebagai makhluk yang terutama.”< Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh II Asmarandana, 8>.
9. “Allah bukan johar manik, yaitu ratna mutu manikam, bukan jenazah dan bukan rahasia yang gaib. Syahadat itu kepalsuan.”< Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh II Asmarandana, 9>.
10. “Akhirat itu di dunia ini tempatnya. Hidup dan matipun hanya di dunia ini.”.
11. “Bayi itu berasal dari desakan. Setelah menjadi tua menuruti kawan. Karena terbiasa waktu kanak-kanak berkumpul dengan anak, setelah tuapun berkumpul dengan orang-orang tua. Berbincang-bincanglah mereka tentang nama yang sunyi hampa, saling bohong-membohongi, meskipun sifat-sifat dan wujud mereka bicarakan itu tidak mereka ketahui.”.
12. “Saya di sini membuka hutan, bercocok tanam di huma untuk penghidupan atas kehendak Hyang Manon, Yang Maha Tahu. Jika tanaman saya memberi hasil jagung, kentang dan ketela saya makan bersama Hyang Agung, Yang Maha Agung, yang memberi perintah kepada saya.” “Tatkala saya mencangkul, saya bersama Gusti Tuhan. Ketika saya mengambil hasil cocok tanaman saya, saya bersama Pengeran Tuhan. Sekarang ada sesama orang memanggil saya ke Bintara. Di sini ada apa selain Pangeran dengan nama-Nya, yang serambutpun tiada terpisahkan.” “Jika saya dipanggil ke Demak, sesungguhnya saya menolak, tidak mau jika tidak bersama dengan Yang Mengasuh Jiwa Raga Saya. Sekalipun saya mau, akan tetapi Yang Maha Kuasa tidak mau, bagaimana saya dapat berjalan?” .
13. “Takdir tiada kenal mundur, sebab semuanya itu ada dalam kekuasaan Yang Murba Wasesa, Yang Menguasai segala kejadian.” “Orang mati tiada merasa sakit. Yang merasa sakit itu hidup yang masih mandiri dalam raga. Apabila jiwa saya selesai menjalankan tugasnya, dia akan kembali ke alam aning anung, alam yang tenteram bahagia, aman damai dan abadi. Oleh karena itu saya tidak takut akan bahaya apapun.” .
14. “Menurut pendapat saya, yang disebut ilmu itu ialah segala sesuatu yang tidak kelihatan oleh mata. Umpamanya, Demak dari sini tidak tampak, akan tetapi Demak itu ada. Itulah yang disebut ilmu. Adapun pernyataan yang kedua, di mana tempat hidup itu, jawabannya, hidup itu uninong ananung. Pertanyaan yang ketiga, siapa yang mengajak tidur, jawabannya menurut saya, yang mengajak tidur itu tirta nirmaya.” “Yaitu air hayat kata Arabnya. Air hidup itulah yang dulu dicari Sang Sena dan disebut air prawita dalam bahasa Hindu-Budha. Adapun tempatnya di uning unong uninong aning.” < Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 16-17>.
15. Sesungguhnyalah, saya ini orang mati setiap hari kematian saya berkurang. Berapa lamakah kiranya saya mati di dunia ini. Masih lama lagi hidup saya nanti. Saya tentu kembali hidup. Mati kaya akan dosa dan siksaan neraka yang banyak saya alami ini. Balik kalao besok apabila saya sudah hidup, tiada terhitung kebahagiaan yang saya alami, langgeng untuk selama-lamanya.”
16. ”…yang mengatakan sekarang hidup, besok disebut mati, itu ucapan santri yang terkutuk, ma-buk tobat mengharap-harapkan sesuatu yang belum pasti.” .
17. “Mana ada Hyang Mahasuci? Baik di dunia, maupun di akhirat sunyi. Yang ada saya pribadi. Sesungguhnya besok saya hidup seorang diri tanpa kawan! Di situlah Dzatu’llahu mesra bersatu menjadi saya!”
”Karena saya di dunia ini mati, luar dalam saya sekarang ini, yang di dalam hidupku besok, yang di luar kematianku sekarang.” .
”Karena saya di dunia ini mati, luar dalam saya sekarang ini, yang di dalam hidupku besok, yang di luar kematianku sekarang.” .
18. “Orang yang ingin pulang ke alam kehidupan tidak sukar, lebih-lebih bagi murid Syekh Siti Jenar, sebab ia sudah paham dan menguasai sebelumnya. Di sini di tahu rasanya di sana, di sana ia tahu rasanya di sini.”
“…Yang disebut mati itu keinginan pribadi. Perihal pulangnya Syekh Siti Jenar ke alam kehidupan, saya bermaksud menyusulnya, hidup bersama dia dalam alam yang tiada terbayangkan. Sebentarlagi saya akan pulang.” .
“…Yang disebut mati itu keinginan pribadi. Perihal pulangnya Syekh Siti Jenar ke alam kehidupan, saya bermaksud menyusulnya, hidup bersama dia dalam alam yang tiada terbayangkan. Sebentarlagi saya akan pulang.” .
19. “Tiada bimbang akan manunggalnya sukma, sukma dalam keheningan, tersimpan hati sanubari, terbukalah tirai, tak lain antara sadar dan tidur, ibarat keluar dari mimpi, menyusui rasa jati.” .
No comments:
Post a Comment