Sunday, 26 November 2017

EPILOG CINTA SEORANG AKU


EPILOG CINTA SEORANG AKU
________________________________________
Pagi ini aku kedinginan, pagi di hujung musim hujan, di pangkal musim kemarau yang terlambat datang. Pohon-pohon mangga di pinggir jalan desa sepertinya tidak tahan memendam kerinduan berbuahnya. Hujan yang terus-menerus turun, yang menindih musim kemarau, nyaris tidak memberi kesempatan pohon-pohon mangga untuk berbunga.
Hingga setelah rentetan hujan mereda, bunga dan buah mangga yang masih bajang bersimaharajalela kerana menahan kemunculannya selama berbulan-bulan. Seperti rindu-dendam yang tumpah ke dalam pelukan.
________________________________________
Demikian jugakah kau di sana? Orang-orang yang tidak begitu gemuk sepertiku dan sepertimu tentu tidak tahan dengan hawa dingin yang menyelusup sampai tulang-tulang ini. Lemak di tubuhku dan tubuhmu tidak begitu banyak untuk digunakan sebagai zat pembakaran yang menghangatkan badan. Menggigilkah kau di sana? Pakailah jaket atau selimut. Atau paling tidak lingkarkanlah selendang di lehermu. Jangan biarkan angin dingin menyakiti tubuhmu. Nanti kamu sakit.
Di tengah kepungan udara dingin ini, di kamar sepi ini, aku bertanya kepadamu, apa yang kau rasakan pada pertumbuhan dirimu saat ini? Tidakkah kau pun merasakan kenikmatan rahasia yang tengah ku rasakan? Walau satu hari berjalan dalam tempo dua puluh empat jam waktu dunia, namun ku rasakan sepertinya hari-hari berjalan begitu cepat dalam waktu cintaku.
________________________________________
Segala peristiwa terasa begitu bermakna bagai tuak yang baru turun dari pohon tal. Jiwaku seperti melayang-layang ke sana ke mari, dari bunga ke bunga menghisap sari, dari daun ke daun, dari kota ke kota, meluncur ke pelepah-pelepah mega, mandi wap di sana, memasuki istana yang dinding-dindingnya adalah awan yang bernyanyi meriah, mengarak-arak hidup untuk dijatuhkan ke tanah.
Mestinya kau lebih merasakan daripada yang ku rasakan sebab ini terjadi kerana kesunyianku menapaki jejakmu dari waktu ke waktu. Tentu yang dicari mempunyai lebih daripada yang mencari. Mutiara akan lebih berharga dan berkilauan ketika ada yang memburu, diriku ini.
________________________________________
Walau kau tak tahu ada yang mencarimu, namun alangkah mustahilnya bagi jiwa abadi yang tidak mampu menangkap rindu hanya kerana mata yang tidak saling bertatap dan mulut yang tidak saling bercakap.
Tidakkah segala yang pernah bersatu di dalam cinta akan selalu terhubung selamanya? Tidakkah sepasang bintang, camar, atau apa sahaja yang terdetik dalam kenangan tentang dua jiwa yang beriringan dalam diam, adalah kita, sayang?
________________________________________
Kita pernah hadir di sana, juga di sini, di segala ruang yang sempat dijelajahi akal. Kelahiran berbusana raga inilah yang membuat kita terlupa tentang memori-memori kemesraan di taman tanpa aroma dan warna.
Mungkin agar pertemuanku denganmu semakin mendebarkan kerana saat ku pandang matamu, fikiranku yang belum sepenuhnya takluk kepada ruh, yang tidak berdiam di ruang dan waktu, menerka-nerka, “Kaukah itu yang mengetuk-ngetuk pintu heningku di malam-malam durja riuh-rendah?”
________________________________________
Betapa cinta telah mengusik rahasia sang kekasih, namun ia tetaplah menjadi rahasia di dalam diriku sendiri.

No comments:

Post a Comment