HANYA WALI YANG MENGENAL WALI
Saya memulai tulisan ini dengan doa, “Ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Maha Memberi Petunjuk, pimpin dan bimbinglah kami agar mengenal salah seorang kekasih-Mu di muka bumi ini sehingga atas bimbingan kekasih-Mu kami dapat mengenal Engkau sebagai mana diri-Mu ingin dikenal, Amin”.
Imam Al-Ghazali ketika ditanya tentang Seorang Pembimbing Rohani, Guru Mursyid yang tidak lain adalah seorang Wali Allah, Beliau berkata, “Menemukan Guru Mursyid itu Lebih mudah menemukan sebatang jarum yang di sembunyikan di padang pasir yang gelap gelita”. Dapat kita bayangkan bagaimana sulitnya menemukan sebatang jarum di tengah padang pasir di gelap gelita, dalam keadaan terang pun akan sulit menemukannya. Ungkapan Al-Ghazali yang digelar sebagai “Hujjatul Islam” tidaklah berlebihan, cuba kita semak beberapa dalil berikut tentang Wali Allah:
Dalam hadis Qudsi, “Allah berfirman yang ertinya: “Para Wali-Ku itu ada di bawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq HidayahNya”
Abu Yazid al Busthami mengatakan: “Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya“.
Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana cara mengenal Waliyullah, ia menjawab: “Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya.”
Kita tidak mengetahui dengan pasti siapa Wali Allah atau siapa orang yang mempunyai darjat tinggi menjadi seorang yang dikasihi Allah kecuali Allah berkenan memberi petunjuk-Nya. Untuk memudahkan umat, Rasulullah atas petunjuk langsung dari Allah memberikan beberapa petunjuk ciri-ciri seorang Wali Allah:
Dari Abu Umamah r.a, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “berfirman Allah Yang Maha Besar dan Agung: “Di antara para wali-Ku di hadirat-Ku, yang paling menerbitkan iri hati ialah si mukmin yang kurang hartanya, yang menemukan nasib hidupnya dalam solat, yang paling baik ibadat kepada Tuhannya, dan taat kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi mahu pun terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan telunjuk. Rezekinya secukupnya, tetapi ia pun sabar dengan hal itu. Kemudian Beliau shallallahu alaihi wasallam menjentikkan jarinya, lalu bersabda: ”Kematiannya dipercepat, tangisannya hanya sedikit dan peninggalannya amat kurang”. (H.R. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hanbal)”.
Kualiti seorang Wali Allah bukan sembarangan, mereka membawa izin dari Allah kerana kedekatan kepada Allah. Apabila kita memandang wajah Wali Allah akan membuat kita semakin dekat dengan Allah, pandangan kita kepada mereka akan menyambungkan rohani (Rabitah) kita dengan Allah. Inilah dasar dalil yang digunakan oleh pengamal tarekat untuk selalu berwasilah kepada Guru Mursyid sesuai dengan petunjuk Rasulullah S.A.W.
Imam Al-Bazzaar meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia mengatakan, seseorang bertanya, "ya Rasulullah shallalahu alaihi wasallam, siapa para wali Allah itu?" Beliau menjawab, “Orang-orang yang jika mereka dilihat, mengingatkan kepada Allah,” (Tafsir Ibnu Katsir III/83).
Dari Said r.a, ia berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya: “Siapa wali-wali Allah?” Maka beliau bersabda: “Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah.” (Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya’ dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilya Jilid I hal 6)
Secara zahir, dalam pandangan awam, seorang Wali Allah dapat dilihat dari sifat-sifat yang dimilikinya meskipun orang yang memiliki sifat tersebut belum tentu langsung menjadi seorang Wali Allah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, bahawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, iaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara’ dan berbudi luhur kepada orang lain.” (Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya’)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut seksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal kerana akan amanahnya.
Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka.” Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menangis kerana rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyeksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapa pun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat”. (Hadis riwayat Abu Hu’aim dalam kitab Al Hilya)
Dalil yang terakhir ini mengingatkan saya akan Guru Sufi dalam tulisan Sang Wali Akbar yang tiba-tiba mengubah jadual penerbangan kerana Beliau ada firasat bahawa pesawat tersebut akan mengalami musibah, dan dengan kehadiran Beliau di sana maka Allah menjauhkan bala tersebut. Jika Allah hendak menyeksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya.
Tentu syukur yang mendalam selalu kita panjatkan ke hadirat Allah atas kurnia-Nya yang Maha Akbar telah berkenan memperkenalkan seorang kekasih-Nya di muka bumi, sebagai wujud rasa syukur maka cintai lah dia, sayangi lah dia, kasihi lah dia agar Allah juga memperlakukan mu sebagaimana perlakuan mu kepada kekasih-Nya.
Menutup tulisan ini, saya teringat ungkapan seorang Guru Sufi, “Hanya seorang Wali yang mengenal seorang Wali”.
Semoga tulisan ini bermanfaat hendaknya, amin ya Rabbal ‘Alamin..
-Sufi Muda-