Mengapa Islam menyatakan bahwa Allah yang menyesatkan manusia..
Ini juga merupakan pertanyaan yang sering diajukan oleh pihak non-Muslim yang tidak memahami konsep Islam soal kesesatan manusia. Al-Qur’an jelas menyatakan bahawa setiap kesesatan yang terjadi memang merupakan kehendakNya, dan apabila Dia berkehendak untuk menyesatkan manusia, tidak ada sesuatupun yang sanggup untuk menyelamatkan manusia tersebut :
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (An-Nahl: 93)
Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Ibrahim: 4)
dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorangpun yang akan memberi petunjuk. (Ghaafir: 33)
dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahf: 17)
Pernyataan Al-Qur’an ini sangat jelas, bahawa kesesatan yang dialami manusia merupakan ‘hasil kerja’ Allah sendiri yang memang mengehendaki manusia tersebut tersesat, dan ketika Dia sudah menyesatkan manusia, maka tidak ada kekuasaan apapun yang mampu memberikan pertunjuk agar manusia tersebut diselamatkan. Menanggapi soal ini, biasanya non-Muslim akan langsung bereaksi :”Tuhan seperti apa yang telah membuat manusia tersesat..??”, lalu mulai ‘berpromosi’ untuk mengajukan alternatif konsep ketuhanan mereka dengan menyatakan :”Tuhan kami Maha Kasih, Dia selalu mengharapkan agar manusia yang tersesat untuk kembali, bahkan Dia mahu mengorbankan diri untuk itu. Tuhan yang benar adalah Tuhan yang menyelamatkan ketika tahu ada manusia yang tersesat, bukan malah mempergunakan kekuasaan dan kehendakNya untuk menyesatkan manusia..”.yang sebenarnya bertambah sesat.Namun ada satu pertanyaan :”Kalau bukan atas dasar kehendak dan kuasa Tuhan, lalu atas kuasa siapa seseorang menjadi tersesat..?? atas kehendak siapa seorang manusia tersesat..?? Apakah ada kekuasaan dan kehendak diluar kuasa dan kehendak Tuhan yang mempunyai kemampuan untuk itu..??”. Kalau dikatakan kesesatan seseorang diakibatkan oleh kehendaknya dan kuasanya sendiri, maka ini bertentangan dengan fakta, bahawa seseorang yang telah berusaha untuk menyesatkan dirinya namun atas kuasa dan kehendak Allah, dia tetap tidak akan tersesat. Kalau dikatakan kesesatan manusia tersebut merupakan kehendak dan kuasa syaitan dan Iblis, maka apabila Tuhan berkehendak agar manusia tersebut tidak tersesat, kuasa dan kehendak syaitan dan Iblis tidak akan direalisasikan. Ini adalah fikiran yang masuk akal dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan bahawa Tuhan adalah sesuatu yang menginginkan hambaNya untuk selamat dan tidak tersesat, itu sebenarnya juga ada dalam konsep Islam, bahawa Allah selalu menanti hamba-hambaNya agar kembali kepadaNya :
Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. (Hud: 90)
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.. (At-Tahrim: 8)
Melalui Al-Qur’an, Allah menyuruh agar manusia mau kembali kepadaNya, menyelamatkan diri dari kesesatan yang selama ini dijalani. Allah menyatakan diri-Nya sangat terbuka untuk menerima taubat. Bahkan dalam hadits qudsi dikatakan :
“Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepadaKu dan berharap kepadaKu, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan aku tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas langit kemudian engkau meminta ampun kepadaKu, Aku akan ampuni engkau dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangiKu dengan sepenuh bumi dosa dan engkau tidak menyekutukanKu, maka Aku akan menemuimu dengan sepenuh itu pula ampunan.” (HR. Tirmidzi)
No comments:
Post a Comment